Wajib hukumnya bagi kita sesama muslim untuk merawat jenazah saudara kita yang muslim sampai paripurna. Ada tata cara yang harus di lakukan dalam melakukam pemulasaraan jenazah bagi saudara muslim kita.
Berikut ini tata cara perawatan jenazah yang kami ambil dari beberapa sumber semoga membawa manfaat bagi pembaca dan sekaligus selalu menjadi pengingat bagi kita bahwa dunia ini hanyalah sarana untuk menyongsong kehidupan sebenarnya yang akan di mulai ketika manusia bertemu dengan ajal.
1. MEMANDIKAN JENAZAH
Memandikaan jenazah yang telah diajarkan oleh Nabi shollahu'alaihi wa sallam:
a. Mewudhukan jenazah
-Membaca BASMALAH,
- Mencuci kedua telapak tangan si mayat sebanyak tiga
kali,
- Kemudian membersihkan mulut dan hidungnya sebanyak tiga kali,
- Membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, Mencuci tangan kanan dan kirinya
sampai siku sebanyak tiga kali,
- Mengusap kepalanya dimulai dari pangkal
depan kepala sampai kebelakang, kemudian mengembalikannya ke depan,
serta mengusap kedua telinganya. Lalu mencuci kaki kanan dan kaki
kirinya sebanyak tiga kali
b. Menyiramkan air yang dicampur perasan daun bidara atau yang
menggantikan daun bidara, seperti sabun, sampo, dan yang lainnya. Kita
menyiramkan kepala si mayat dengan air tersebut sambil membasuh dengan
busanya
c. Membasuh kedua sisi tubuh simayat dimulai: Membasuh bagian kanan tubuh
si mayat dimulai dari pundak sampai telapak kaki kanan dengan membalikan
tubuhnya ke sebelah kiri, Membasuh bagian kiri tubuh si mayat dimulai
dari pundak sampai telapak kaki kiri dengan membalikan tubuhnya kekanan,
ini adalah pembasuhan sebanyak sekali, Kemudian kita mengulangi
pembasuhan sekali lagi dengan alas dan aurat mayat harus tetap tertutup,
Jika kita hendak menjadikan pembasuhan sebanyak tiga kali maka pada
siraman terakhir kita siramkan air kapur barus, Pada siraman ketiga ini
kita siramkan kepala si mayat dengan air kapur barus, kewajahnya,
kemudian kita membasuh bagian tubuh sebelah kanan si mayat dari pundak
sampai telapak kaki kanan dengan membalikan tubuhnya kesebelah kiri,
Kemudian membasuh bagian tubuh sebelah kiri si mayat dari pundak sampai
ke telapak kaki kiri dengan membalikan tubuhnya kesebelah kanan dengan
catatan aurat mayat harus tetap tertutup.
d. Tubuh si mayat dikeringkan dengan handuk, kemudian rambutnya
(untuk wanita) dikepang menjadi tiga dan diletakan dibelakang tubuhnya.
Setelah selesai memandikan mayat, maka wajib mengkafaninya
2. MENGKAFANI JENAZAH
a. Pembelian kain kafan di ambil dari harta si mayat ( ditempat kami kain kafan sudah inklud dalam santunan Rukun Kematian.
b. Menutup seluruh bagian tubuh mayat.
c. Kain kafan berwarna putih, Rasulullah shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Pakaikanlah pakaian
kalian yang putih, karena ia sebaik-baik pakaian kalian, dan kafanilah
(mayat) dengannya. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi: Ahkamul Janaiz: 82).
d. Tidak boleh berlebihan dalam kafan dan melebihkannya di atas tiga
lembar, karena hal ini menyelisihi kafan Rosululloh shollahu'alaihi wa
sallam dan termaasuk menyi-nyiakan harta
e. Kafan wanita sama dengan kafan laki-laki, karena tidak ada dalil shohih yang membedakannya
f. Berkaitan dengan tata cara mengkafani, baik , cara membungkus
jenazah dengan kafan ataupun tata cara mengikat kain kafan, maka tidak
ada dalil yang mengkhususkan tata cara pelaksanaannya. Selama seluruh
tubuh mayat tertutupi oleh kain kafan dengan baik, insya Alloh itu sudah
cukup. Wallahu a'lam.
3. MENSHOLATKAN JENAZAH
Disyari'atkan mengangkat kedua tangan hanya pada takbir pertama saja.
Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Dari Ibnu 'Abbas :
Bahwasnnya Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam mengangkat kedua
tangannya pada takbir pertama dalam sholat jenazah, lalu tidak
mengulanginya (pada takbir selanjutnya." (HR. Daruquthni: Ahkamul
Janaiz: 167).
Boleh juga mengangkat kedua tangan pada setiap
takbir, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu 'Umar rodhiyallahu 'anhu.
(HR. Al-Baihaqi). Setelah takbir, kemudian meletakan tangan kanan di
atas tangan kiri dan meletakan di dada. (HR. Bukhori).
Takbir yang pertama:
Membaca
Al-Fatihah dan surat lain. (HR. Bukhori, Abu Dawud) "Berkata Abu
Tholhah: "aku pernah menyolatkan jenazah di belakang Ibnu 'Abbas. Beliau
membaca Al-Fatihah dan surat". (HR. Bukhori, Abu Dawud).Bacaan dalam sholat jenazah adalah sir atau pelan-pelan/tidak dikeraskan. (HR. Nasa'i)
Takbir yang kedua:
Membaca sholawat kepada Nabi shollahu'alaihi wa sallam. (HR. Baihaqi).
Takbir yang lainnya:
Mengikhlaskan
do'a kepada Alloh untuk jenazah. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah). Hendaknya
berdo'a dalam sholat jenazah dengan do'a-do'a yang ditutunkan oleh
Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam.Setelah itu mengucapkan
salam dua kali, (1) ke kanan dan (1) ke kiri. (HR. Baihaqi). Atau boleh
mencukupkan hanya satu salam saja. (HR. Hakim). "Bahwa Rasulullah
shollahu'alaihi wa sallam menyolatkan jenazah. Maka beliau bertakbir,
empat kali dan melakukan salam sekali." (HR. Hakim: Ahkamul Janaiz: 16).
Salam diucapkan dengan pelan baik imam maupun makmum. (HR. Baihaqi).
Tidak
boleh sholat jenazah pada waktu-waktu yang terlarang, yaitu tatkala
matahari terbit, pada tengah hari, dan ketika matahari akan tenggelam
(kecuali karena darurat).Sebagaimana Rasululloh shollahu'alaihi
wa sallam bersabda: "Dari 'Uqbah bin 'Amir berkata: Tiga waktu yang
Rasululloh shollahu'alaihi wa sallam melarang kami untuk sholat atau
mengubur mayat, yaitu: Ketika terbit matahari sampai meninggi, ketika
matahari di tengah-tengah langit sampai tergelincir, dan ketika matahari
akan terbenam sampai terbenam. (HR. Muslim).
4. MEMIKUL DAN MENGIKUTI JENAZAH
Wajib memikul mayat dan mengikutinya, hal ini termasuk hak mayat muslim atas kaum muslimin lainnya. (HR. Bukhori, Muslim).
Mengikuti mayat ada dua derajat:
1. Mengikutinya di keluarganya sampai menyolatkannya.
2. Mengikutinya di keluarganya sampai selesai penguburannya dan inilah yang lebih utama.
Rasululloh
shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa menyolatkan jenazah
namun tidak mengiringinya, maka baginya pahala satu qiroth. Jika ia
sampai mengiringinya, baginya dua qiroth. Dikatakan: apa itu qiroth?
Qiroth itu yang paling kecil seperti gunung uhud. (HR. Muslim).
Mengikuti
Jenazah hanya diperuntukan untuk laki-laki, tidak untuk wanita.
Berdasarkan larangan Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam: "Berkata Ummu
'Athiyyah rodhiyallahu 'anha: "Kami para wanita dilarang mengiringi
jenazah, namun (larangan itu) tidak ditegaskan atas kami." (HR. Bukhori,
Muslim).LARANGAN DI ATAS SIFATNYA TANZIIH (TIDAK SAMPAI KEPADA HARAM)
Jenazah
tidak boleh diikuti dengan apa-apa yang menyelisihi syari'at seperti
menagis dengan keras dan mengikutinya dengan kemenyan. "...termasuk juga ucapan-ucapan yang tidak dicontohkan oleh
Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam dalam mengiringi jenazah.
Rasululloh
shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak boleh jenazah diiringi
dengan suara atau api." (HR. Abu Dawud). Adapun yang diperintahkan
adalah diam, tidak berbicara, berpikir serta merenung, terhadap apa yang
dilihatnya. Wajib berjalan cepat membawa mayat akan tetapi tidak sampai
berlari-lari kecil.
Boleh berjalan di
depan mayat, di belakangnya (ini yang paling utama) atau di sebelah
kanannya, atau di sebelah kirinya. . Adapun yang
paling utama berjalan di belakang mayat, karena Rosululloh
shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Dan ikutilah jenazah..." (Al-Wajiz:
173).
Boleh berkendaraan ketika kembali dari penguburan dan
tidak makruh. . Adapun membawa jenazah dengan kereta
atau mobil yang dikhususkan untuk jenazah dan para pelayat
mengantarkannya dengan mobil-mobil, maka ini tidak disyari'atkan. .
Karena hal itu merupakan kebiasaan
orang-orang kafir dan menghalangi tujuan mengiringi jenazah dan
memikulnya yaitu mengingatkan manusia akan akhirat, apalagi hal itu akan
menyedikitkan orang yang mengiringi dan mengharapkan pahala dari
mengiringi jenazah.
Berdiri untuk (menghormati) jenazah sudah dihapus hukumnya (dimansukh) maka tidak dilakukan. Disunnahkan bagi orang yang telah memikul jenazah untuk berwudhu, (akan tetapi tidak diwajibkan. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi).
5. MENGUBUR JENAZAH
Wajib mengubur mayat walaupun orang kafir.
Hal
ini sebagaimana sabda Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam ketika paman
beliau (Abu Tholib) meninggal: "Pergilah dan kuburkan ia..." (HR.
An-Nasa'i: )
Mayat muslim tidak boleh
dikuburkan dengan mayat orang kafir, dan mayat orang kafir tidak boleh
dikubur dengan mayat muslim.
Menurut
Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam, mengubur mayat adalah di pekuburan
umum. (Ahkamul Janaiz: 173) Kecuali para Syuhada, mereka dikubur di
tempat meninggalnya dan tidak boleh dipindahkan di pekuburan.
Adapun
Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam beliau dikubur di kamarnya (bukan
di pekuburan umum), maka ini merupakan kekhususan bagi beliau. (Ahkamul
Janaiz: 174).
Tidak boleh mengubur jenazah pada waktu-waktu yang
terlarang: Tatkala matahari terbit, pada tengah hari dan tatkala
matahari akan terbenam. (HR. Muslim). Juga tidak boleh di waktu malam
kecuali karena terpaksa. (HR. Muslim). Sebagaimana Rosululloh
shollahu'alaihi wa sallam pernah menguburkan mayat pada waktu malam
dengan diterangi lampu. (HR. Tirmidzi: Ahkamul Janaiz: 180).
Wajib
hukumnya untuk mendalamkan kubur, meluaskannya dan membaguskannya
(galiannya). Rosulullah shollahu'alaihi wa sallam bersabda: "Galilah,
luaskan dan baguskanlah. (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 182).
Diperbolehkan dua hal dalam kubur, yaitu lahad dan syaq. (Ahkamul Janaiz: 182)
Namun yang pertama (lahad) lebih utama. (Ahkamul Janaiz: 182)
Tidak
mengapa dalam satu kubur dikuburkan dua mayat atau lebih ketika dalam
keadaan darurat dan didahulukan mayat yang lebih utama.
Sebagaimana
sabda Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam untuk para Syuhada Uhud
karena banyaknya mereka: "Kuburkanlah dua atau tiga orang di satu kubur,
dan dahulukanlah yang paling banyak hafalan Qur'annya". (HR. Abu Dawud:
Ahkamul Janaiz: 182).
Adapun yang menurunkan mayat adalah laki-laki meskipun mayatnya adalah wanita. (Ahkamul Janaiz: 186).
Wali-wali mayat (keluarga/kerabat) lebih berhak untuk menurunkan mayat. (Ahkamul Janaiz: 186).
Sebagaimana
Firman Alloh Ta'ala: "Dan orang-orang yang memiliki hubungan darah satu
sama lain lebih berhaq (waris-mewarisi) di dalam kitab Alloh dari pada
orang-orang Mukmin dan Muhajirin" (Al-Ahzab: 6).
Suami boleh mengurusi sendiri penguburan istrinya. (HR. Ibnu Majah: Ahkamul Janaiz: 67).
Disyaratkan
bagi orang yang menurunkan mayat ke dalam kubur, pada malam harinya
tidak menggauli istrinya (bersetubuh dengan istrinya). (HR. Bukhori).
Hal
ini sebagaimana tatkala pemakaman anak perempuan Rosululloh
shollahu'alaihi wa sallam, maka Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam
memerintahkan kepada Abu Tholhah rodhiyallahu 'anhu untuk turun ke
kubur, atau menguburkannya karena beliau (Abu Tholhah) tidak mempergauli
istrinya semalam sebelum pemakaman.
Sunnah Rosululloh
shollahu'alaihi wa sallam memasukan jenazah adalah dari kaki kubur (arah
kaki). Sebagaimana sabda Rosululloh shollahu'alaihi wa sallam:
"Al-Harits mewsiatkan agar ia disholatkan oleh 'Abdullah bin Zaid, maka
Abdulloh bin Zaid-pun mensholatkannya lalu memasukannya ke dalam kubur
dari arah kaki kubur seraya berkata: "ini termasuk sunnah". (HR. Abu
Dawud: Ahkamul Janaiz: 190).
Mayat dibaringkan di atas lambung kanannya dan wajahnya dihadapkan ke qiblat. (Ahkamul Janaiz: 193).
Orang
yang meletakan mayat ke dalam kubur mengucapkan: "Dengan nama Alloh dan
di atas sunnah Rosulullah" (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 193).
Disunnahkan bagi orang yang menghadiri penguburan untuk menaburkan tanah sebanyak tiga kali dengan kedua tangannya.
Rosululloh
shollahu'alaihi wa sallam pernah menyolatkan jenazah, kemudian tatkala
selesai penguburannya, beliau menaburkan tanah sebanyak tiga kali ke
kuburnya. (HR. Ibnu Majah: Ahkamul Janaiz: 193).
Setelah penguburan, disunnahkan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menaikan kubur dari tanah dengan tinggi satu jengkal (tidak diratakan dengan tanah). (HR. Baihaqi: Ahkamul janaiz: 195).
2. Memberinya tanda dengan batu, atau yang semisalnya agar dapat dikenali. (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 197).
3.
Berdiri di sekitar kubur dan mendo'akan kemantapan bagi mayat dan
memohonkan ampunan serta memerintahkan orang-orang untuk melakukan (hal
serupa). (HR. Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 197).
Adapun Rosululloh
shollahu'alaihi wa sallam ketika selesai menguburkan mayat dan berkata:
"Mintakanlah ampun untuk saudara kalian, dan mohonkanlah keteguhan
baginya, karena ia sekarang sedang dimintai pertanggung jawaban". (HR.
Abu Dawud: Ahkamul Janaiz: 198).
Selama
penguburan, boleh duduk-duduk di sekitar kubur dengan maksud untuk
mengingat kematian dan apa-apa yang terjadi setelah kematian.